" KAMPUNGKU"
Oleh
Mirwan I. Margaito
Fajar menampakan wajahnya di subuh itu,mengiringi derap langkahku menyusuri setapak nan berbatu, dari kejauhan ku pandang menara masjid tua yang masi kokoh, bukti akan kampungku yang damai.
Ku susuri jalanan yang sepi disaat fajar mulai pergi, matahari menyinari kampungku, seakan membuka lembaran lama yang penuh dengan cerita indah, potret kampungku yang dulu damai dan indah, kini telah hilang bersama perginya para gosimo, gotong royong yang dulu tersusun indah, kini mulai rapuh dan berjatuhan diterpa keserakahan generasi yang haus akan kesombongan.
Wahai jaman, masikah memori ini layak aku ceritakan pada generasiku, bahwa Bobo punya masa lalu nan indah, yang layak diperdengarkan, tapi aku malu padamu wahai mentari, seharusnya cerita ini sampai pada generasi yang akan datang, tetapi kenapa memori indah begitu sedih diperdengarkan, menusuk hati, meremuk tulang dadaku.
Wahai para gosimo, kami tak tahu seberapa besar engkau memperjuangkan soa Bobo, menjadi Desa Bobo, kami tak tahu seberapa ikhlasnya engkau terpaksa meninggalkan Tongaru dan memulai hidup dipesisir laut, tapi kami yakin, semua ini karena ingin bersama hidup berdampingan, tanpa ada sekat dan ego yang menyala di kepala.
Wahai para gosimo, engkau telah torehkan tinta emas perjuangan yang kini hampir pudar atas keserakahan kami, maka di persimpangan duka ini, boreromulah membesarkan tekad kami untuk kembali bangkit, dora bololomulah motifasi besar kami.
" Gahi Gura Fo Matai Dou Dolo - dolo Fo Maku Sogise, Ifa Gura Maku Bati Karo Kama Falu Ua".
Wahai para generasi Bobo, Duka yang membara ini ku lembutkan dengan puisi, agar tak menyakiti hati kalian, dengan berlandaskan Borero Gosimo, ku semai benih perjuangan ini, agar kelak ia tumbuh subur di benak hati generasi yang akan datang, semoga ini menjadi titik balik kita, menuju Bobo yang damai.
Ngone Ua Se Nage Yali, Nangere Ua Se Fio Yali.
Mirwan I. Margaito
Kendari 13 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar